
Punya kesadaran buat menemukan passion sejak masih sekolah sepertinya jadi salah satu privilege terbesarku. Kemudahan akses internet bikin aku mulai penasaran tentang apa yang sebenarnya aku sukai sejak SMP. Waktu itu aku sedang suka-sukanya menjelajah berbagai artikel dan website tentang tipe kepribadian dan tipe kecerdasan.
Semua itu aku lakukan dengan inisiatif sendiri. Sekitar tahun 2014-2015, belum ada yang namanya influencer self-development seperti sekarang. Jadi, langkah-langkah yang aku lewati rasanya antara stuck atau terlalu lompat-lompat karena tidak ada bimbingan dari orang dewasa. Belum lagi, ketika aku sudah tahu apa yang aku suka, orang tuaku malah sempat menentang.
Setelah menengok lagi ke belakang, aku bersyukur karena ternyata sudah melalui jalan yang tepat. Aku merasa Tuhan turut membimbingku karena di perjalanan itu karena selalu dipertemukan dengan orang-orang yang membuatku bisa tiba di titik yang sekarang.
Aku yakin banyak orang, termasuk kamu, mengalami kegalauan yang sama. Jadi, aku mau berbagi tips menemukan passion yang sudah aku buktikan sendiri. Jalan takdir kita mungkin berbeda. Akan tetapi, aku berharap catatan ini bisa jadi sedikit gambaran untukmu ke depannya.
Apa itu passion?
Sebelum lanjut ke tips menemukan passion, ayo kita bedah dahulu maknanya. Menurut Oxford Dictionary, kata ini memiliki arti sebuah dorongan intens atau antusiasme terhadap sesuatu. Dalam bahasa Indonesia, kata ini diterjemahkan sebagai “renjana”.
Dalam konteks personal development, passion adalah preferensi, kesukaan, atau minat yang kuat dalam sebuah aktivitas, objek, atau ide (Vallerand, 2010). Mengutip pendapat Charlie Huntington, M.A., Ph.D. dari situs Berkeley Well Being Institute, passion biasanya melibatkan komponen emosi yang kuat. Kalau kamu memiliki minat terhadap suatu hal, tetapi perasaanmu tidak terlalu kuat, bisa jadi hal tersebut bukan passion-mu.
Mengapa mengetahui passion itu penting?
Sejak kecil, kita sering dapat pertanyaan, “apa cita-citamu?” Kalau masih kecil, sih, kebanyakan anak masih sering menjawab dengan profesi yang sering ditemui di kehidupan sehari-hari, seperti dokter, polisi, atau guru. Aku pun sama awalnya. Karena orang tuaku keduanya menjadi guru, aku juga sempat ingin punya pekerjaan yang sama di masa depan.
Namun, aku mulai skeptis saat hampir lulus SMP. Karena sering menonton drama Korea dan membaca artikel di media online, pengetahuanku tentang jenis-jenis pekerjaan pun kian bertambah. Belum lagi aku malah makin menyimpan minat kepada hal-hal berbau seni dan bahasa. Walaupun peluang menjadi seorang guru tetap terbuka, aku berpikir sepertinya ini bukan pekerjaan yang benar-benar aku inginkan.
Puncaknya adalah ketika aku masuk SMA dan memilih peminatan MIPA. Ternyata kepalaku tidak benar-benar sanggup mencerna pelajaran Kimia, Fisika, dan Biologi. Di sisi lain, aku malah lebih enjoy mempelajari bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Jepang, dan bahasa Sunda. Walaupun sama-sama sulit, aku justru lebih rela belajar lebih giat untuk memahami pelajaran bahasa.
Beberapa waktu kemudian, aku baru sadar bahwa inilah pentingnya mengetahui passion kita. Dalam buku Grit: The Power of Passion and Perseverance, psikolog sekaligus penulis Angela Duckworth mengungkap bahwa passion membuat orang lebih bisa menahan rasa bosan, frustrasi, bahkan sakit jika sudah memiliki perasaan yang kuat terhadap suatu hal. Ditambah dengan ketekunan, kombinasi ini akan membuat seseorang memiliki grit–sebuah kemampuan untuk tetap berkomitmen terhadap suatu tujuan walaupun harus melalui berbagai rintangan.
5 tips menemukan passion sejak masih sekolah
Aku sudah sadar kalau aku suka bidang seni dan bahasa sejak kelas 3 SMP, tetapi pada akhirnya tetap memilih peminatan MIPA saat masuk SMA. Mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya tak lain adalah karena aku masih ragu, apakah bidang ini benar-benar passion-ku atau sekadar hobi?
Aku bertekad tidak mau melakukan kesalahan yang sama saat kuliah nanti. Oleh karena itu, aku memanfaatkan waktu luang selama SMA untuk mengeksplorasi berbagai cara dan kegiatan untuk menemukan passion-ku yang sesungguhnya.
1. Ikut ekstrakurikuler atau organisasi
Karena sudah kenyang belajar MIPA di kelas, aku tidak lagi mengikuti ekstrakurikuler KIR/Science Club seperti saat SMP. Aku pun menantang diri untuk mendaftar di klub Taekwondo. Harus diakui kegiatan ini cukup seru. Sayangnya, aku cuma bertahan satu tahun karena tidak dapat izin dari ibuku yang tidak tega mendengar mukaku ditendang di salah satu pertandingan. (hehehehe…)
Namun, mengikuti kegiatan di luar kelas bisa jadi wadah yang pas dan termudah untuk menemukan passion bagi siswa sekolah. Poin pentingnya adalah kamu bisa mencoba kegiatan utama klub itu sendiri, seperti olahraga, bermain alat musik, dan lain-lain. Di sisi lain, kamu juga bisa belajar mengurus organisasi. Siapa tahu passion-mu adalah hal-hal yang sifatnya administratif seperti mengatur keuangan. Saat kuliah nanti, kamu bisa mempertimbangkan untuk mengambil jurusan seperti ekonomi, akuntansi, dan sebagainya.
2. Ikut kompetisi
Dalam kasusku, mengikuti kompetisi menulis saat SMA adalah gerbang untuk menyadari kalau passion-ku ada di bidang kepenulisan. Aku termasuk beruntung karena dipertemukan dengan guru yang bersedia membimbingku. Saat itu, modalku hanyalah hobi membaca dan menulis status di Facebook.
Saat mengikuti sebuah perlombaan, otomatis ada dorongan besar di dalam diri kita untuk menang. Konsepnya sama dengan passion, bukan? Kalau kita rela mengikuti kompetisi sejenis dan terus memiliki semangat yang sama, bisa jadi kegiatan itu adalah passion kita.
3. Coba tes kepribadian
Sebelum tes MBTI booming seperti sekarang, aku sudah mencoba tes ini sejak masih SMP. Aku tahu hal ini gara-gara psikotes yang diadakan oleh sekolahku. Hasilnya ESTP. Karena merasa deskripsinya kurang cocok dengan diriku, aku jadi mencari tahu lebih banyak di internet.
Walaupun sebetulnya aku juga skeptis dengan keabsahan tes ini, ternyata hasilnya cukup membantuku untuk menemukan passion, lho! Setelah masuk SMA, hasil tesku selalu menunjukkan ISFP. Akhirnya aku jadi mengeksplorasi lagi bagaimana cara memaksimalkan potensi pemilik MBTI ini dengan membaca berbagai artikel.
Selain MBTI, tes yang juga bisa digunakan untuk memetakan kecocokan kepribadian kita dengan sebuah pekerjaan adalah DISC Style atau Enneagram. Ya, walaupun tidak 100% akurat, setidaknya kita bisa sedikit lebih mengenali kompleksitas kita sebagai manusia dari sini.
4. Coba tes minat dan bakat
Selain mencoba tes kepribadian, aku juga pernah mencoba tes minat dan bakat. Dulu aku mencobanya di platform bernama rencanamu.com (ini bukan endorse, ya!) versi gratisannya. Hasilnya lumayan memberi gambaran. Aku jadi tahu kalau aku adalah tipe orang yang cocok dengan kegiatan yang berkaitan dengan kreativitas, analisis, dan kerja lapangan.
Berbekal hasil tes itu, aku jadi makin yakin kalau memang bidang seni dan bahasa memang passion yang aku miliki. Oleh karena itu, aku mencari tahu jurusan kuliah apa yang sekiranya cocok. Aku tidak mau lagi menghabiskan waktu bertahun-tahun mempelajari bidang yang kurang aku minati seperti saat SMA. Pilihanku lalu jatuh kepada program studi Jurnalistik. Sekarang aku sudah lulus meski prosesnya harus melibatkan banyak perjuangan. Aku bahkan sudah bekerja di bidang yang sama selama tiga tahun.
5. Cari mentor
Secanggih apapun internet, kita tetap membutuhkan orang dewasa sebagai mentor untuk membimbing kita. Mereka bisa saja orang tua, guru, atau kakak kelas. Akan lebih baik kalau mereka bisa menjadi seseorang yang bisa memberikan berbagai pertimbangan atas pilihan kita. Terkadang, kita sebagai remaja masih terlalu menggebu-gebu hingga kurang rasional saat menentukan pilihan.
Di sisi lain, kita pun harus yakin dengan pilihan kita. Aku sangat menyarankan agar kamu lebih giat mengenali potensi diri, memperbanyak riset, dan tidak membohongi diri hanya demi gengsi. Aku sendiri sempat ditentang orang tua saat bilang ingin jadi penulis dan kuliah jurusan bahasa. Namun, aku terus mencoba membuktikan kalau ini adalah bidang yang aku minati dan kekhawatiran mereka tentang “tidak ada masa depan menjanjikan sebagai penulis” itu tidak sepenuhnya benar. Syukurlah, aku menyadari hal ini sejak kelas 11 sehingga masih punya waktu untuk meyakinkan mereka.
Kira-kira begitulah tips menemukan passion yang aku lakukan selama SMP hingga SMA. Sedikit berliku, tetapi memang inilah yang namanya hidup. Kalau kamu juga punya pengalaman menarik dalam hal ini, share ceritanya di kolom komentar, yuk!
Tinggalkan Balasan